DIKALA JUNI DATANG MENDEKAT
Entah kenapa setiap melihat toga dan sejenisnya saya selalu merasakan 'sesuatu' . 'Sesuatu' itu tidak bisa saya ungkapkan dengan kata-kata. Memang ribet perasaan si saya ini. Tetapi begitulah saya. Padahal toga itu gak ada keren-kerennya. dan warnanya pun hitam aja. gak berwarna sedikitpun. tetapi tidak sedikit orang yang mengignginkannya. Sebenarnya seandainya
ditinjau dari bentuknya, toga sangat tak modis serta keren. buktinya tak
ada yang memakai pakaian ini untuk hangout ke mall bersama teman-teman
serta biarpun toga bernuansa akademis, tetap saja tak ada yang memakai
busana toga waktu menempuh kelas di perkuliahan. dapat terlihat aneh
kelak terlihatnya.
Namun dikutip dari ide2gue.blogspot.com , biarpun
bentuk toga tak modis dan keren, tetap saja, busana ini paling
dinantikan untuk dipakai siapa saja yang masih menempuh ilmu di bangku
perkuliahan. karena toga adalah pakaian resmi yang dipakai dalam
seremoni atau upacara wisuda waktu kelulusan mahasiswa dari kuliah
mereka. tak hanya itu, dibalik bentuknya yang aneh, toga juga mempunyai
sejarah serta filsafat yang cukup panjang.
Sejarah Toga
Kata toga berasal dari tego, yg
dalam bahasa latin bermakna penutup. biarpun umumnya dikaitkan dengan
bangsa romawi, toga sesungguhnya berasal dari sejenis jubah yang
dikenakan oleh pribumi italia, yaitu bangsa etruskan yang hidup di
italia sejak 1200 sm. kala itu, bentuk toga belum berbentuk jubah, namun
sebatas kain sepanjang 6 meter yg cara menggunakannya sebatas
dililitkan ke tubuh. walau tak praktis, toga adalah satu-satunya pakaian
yg dianggap pantas waktu seseorang berada diluar ruangan untuk menutupi
tubuh mereka.
Sejarah toga sesudah itu berkembang
di romawi waktu toga dijadikan busana orang-orang romawi. waktu itu toga
adalah pakaian berupa sehelai mantel wol tebal yang dikenakan sesudah
mengenakan cawat atau celemek. toga diyakini telah ada sejak era
numapompilius, raja roma yang kedua. toga ditanggalkan bila pemakainya
berada di dalam ruangan, atau bila melakukan pekerjaan berat di ladang,
tetapi toga dianggap satu-satunya busana yang pantas bila berada di luar
ruangan.
Perihal ini terbukti dalam sesuatu
cerita cincinnatu yang adalah seorang petani, waktu ia masih membajak
ladangnya, ia kedatangan para utusan senat dengan tujuan untuk mengabari
dirinya telah dijadikan diktator atau penguasa. diceritakan dalam
riwayat itu, begitu cincinnatu lihat mereka, dia serta merta menyuruh
isterinya mengambilkan pakaian toganya dari tempat tinggal untuk
dikenakannya hingga utusan-utusan itu bisa disambut dengan layak. cerita
tentang cincinnatu ini sebenarnya belum dapat diuji validitasnya, namun
hadirnya cerita itu justru semakin menunjukkan sentimen penghormatan
bangsa romawi terhadap toga.
Seiring
berjalannya waktu, pemakaian toga untuk busana sehari-hari perlahan
mulai ditinggalkan. namun tidak bermakna toga hilang begitu saja. sebab
sesudah itu bentuknya dimodifikasi menjadi sejenis jubah. akhirnya
modifikasi itu mengangkat derajat toga dari pakaian sehari-hari menjadi
pakaian resmi seremonial yang mana diantaranya yakni seremonial wisuda.
Di negeri barat, kostum kelulusan
hanya disebut gown. Sementara topi berbentuk bujur sangkar disebut
mortarboard. Ada juga yang menyebutnya “graduate cap” dan “black cap”.
Banyak peneliti meyakini mortarboard
merupakan pengembangan dari biretta, yakni topi yang dikenakan oleh
pendeta Katolik Roma. Biretta sendiri terinspirasi dari bahasa Italia
“berretto” (berasal dari kata latin “birrus” dan Yunani “pyrros”). Di
jaman Romawi sekitar abad 12 hingga 14, berretto sebagai ciri bagi
kalangan pelajar akademik, seniman, dan humanis.
Walau demikian, paten mortarboard
justru menjadi milik penemu dari Amerika Serikat, Edward O` Reilly dan
imam Katolik, Joseph Durham di tahun 1950. Mungkin karena dibentuk
bujursangkar, serta penambahan komponen seperti besi di dalam
mortarboard sehingga lebih kokoh. Nyatanya, tak semua mortarboard dewasa
ini memakai besi di dalamnya.
Sejak disahkannya paten tersebut,
mortarboard dengan bentuk seperti yang kita lihat dewasa ini menjadi
umum di seluas dunia. Penambahan komponen tali pada mortarboard pun
diduga berasal dari tradisi orang Amerika. Di negara tersebut, semua
jenis kelulusan dari tingkat sekolah dasar hingga SMA serta Universitas
selalu memakai “gown” dan “mortarboard”.
Filosofi Toga Saat Wisuda
Toga
pula memempunyai arti filosofis yang kental, salah satunya yakni arti
warna hitam pada toga. mengapa toga justru memakai warna hitam yang
sering diidentikkan dgn perihal yg misterius serta gelap. mengapa tidak
warna putih yang menggambarkan kecerahan serta keindahan yang dipakai ?
Ternyata pemilihan warna hitam gelap pada toga adalah simbolisasi yaitu
misteri serta kegelapan telah berhasil dikalahkan sarjana waktu mereka
menempuh pendidikan di bangku kuliahan, tak hanya itu sarjana pula
diharapkan mampu menyibak kegelapan dgn ilmu pengetahuan yg selama ini
didapat olehnya. warna hitam pula melambangkan keagungan, sebab itu, tak
hanya sarjana, ada hakim serta separuh pemuka agama pula memakai warna
hitam pada jubahnya.
tak hanya warna pada jubah toga yang
memuat filosofi mendalam, ternyata ada pula arti filosofis dari bentuk
persegi pada topi toga. sudut-sudut persegi pada topi toga menyimbolkan
yaitu seorang sarjana dituntut untuk berpikir rasional serta memandang
segala sesuatu hal dari beraneka sudut pandang.


Tali pada mortarboard disebut juga
dengan “tassel”. Tidak semua tingkatan pendidikan di Amerika Serikat
selalu memindahkan tassel dari kiri ke kanan, walau tassel menjadi
aksesoris penting pada mortarboard. Misalnya, untuk mahasiswa
pascasarjana (S2) selalu membiarkan tassel di sisi kiri. Warna tassel
pun banyak ragamnya. Pada tingkat Senior High (sebanding SMA) warna
tassel terdiri dari tiga warna, salah satu menjadi warna sekolah
tersebut (color identity). Lalu di tingkat sekolah tinggi, mahasiswa
yang lulus dengan gelar cum laude mengenakan tassel berwarna emas.
Mengapa pada kebanyakan upacara
kelulusan (wisuda) tassel sering dipindahkan dari sisi kiri ke sisi
kanan? Banyak pendapat mengenai ini, tanpa ada dasar yang pasti.
Ada pendapat menyebutkan, pemindahan
ini mengartikan bahwa seorang mahasiswa saat masih belajar di
universitas selalu menggunakan otak kiri. Maka, setelah lulus pemindahan
tassel ke sisi kanan dengan harapan saat terjun ke masyarakat, siswa
tersebut juga menggunakan otak kanan. Sementara pendapat lain – umum
dipercaya masyarakat barat – menyebutkan ini hanya prosesi biasa.
Ada perbedaan di sini, tassel
awalnya menggantung di sisi kanan. Ini artinya siswa masih berstatus
candidate (calon kelulusan), dan ketika dipindahkan ke sisi kiri artinya
sudah graduate (lulus). Ada juga pendapat yang mengatakan pemindahan
tassel sebagai arti bahwa mahasiswa yang lulus telah siap menyongsong
hidup baru.

Komentar
Posting Komentar